Rabu, 10 Juni 2009

ZAMAN PENJAJAHAN KOLONIAL BELANDA.



Tambah Gambar
Tambah Gambar
PERKENALAN.

Hai Dunia,
Perkenalkan aku Utami Azzahra, anak Indonesia, yang mulai membuat blog dengan menuliskan cerita-cerita dari kakek yang sangat menarik. Kebanyakan ceritanya kisah zaman dahulu karena kakek mengalami 3 zaman. Zaman Indonesia dijajah Kolonial Belanda, zaman Indonesia dijajah Kolonial Jepang dan zaman perjuangan kemerdekaan sampai zaman sekarang.



Mari sama-sama kita ikuti apa yang diceritakan kakek berikut ini.


1. ASAL-USUL KAKEK.

Sebenarnya kakek berasal dari Banten yaitu bagian paling barat dari Pulau Jawa yang dilepas pantainya ada gunung api terkenal yang bernama Gunung Krakatau.

Pada hari Senin tanggal 27 Agustus 1883 pagi Gunung Krakatau meletus. Masyarakat Banten, terutama yang pinggir pantai berlarian kedataran yang lebih tinggi, cerai berai dengan keluarganya, tak peduli lagi dengan harta dan ternak mereka, semua berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Diantaranya ada 6 anak remaja, diantaranya satu wanita, dan mereka itu anak-anak dari Penghulu Pandeglang keturunan Sultan Maulana Hasanuddin, melihat ombak laut yang menggunung dan naik ke daratan serta suara gelegar letusan Gunung Krakatau, mereka terus berlari kearah timur mencari daratan yang lebih tinggi. Perjalanan merka diteruskan bermingu-minggu sehingga sampailah di Cimahi, 10 km sebelah barat kota Bandung. Karena sudah kelelahan dan dirasa sudah cukup aman, maka mereka menetap di Cimahi dan berketurunan yang diantaranya adalah kakek.

Kalau ingin tahu lebih banyak tentang meletusnya Gunung Krakatau cobalah klik di sini.


2. KAKEK MULAI MASUK SEKOLAH.

Setelah cukup umur untuk masuk sekolah, maka kakek didaftarkan masuk sekolah. Saat itu zaman penjajahan Kolonial Belanda, jadi kakek juga masuk sekolah Belanda. Sekolah Belanda namanya lain dengan sekarang, SD saat itu namanya HIS, SMP namanya MULO, SMA namanya AMS dll. karena memakai istilah Belanda semua.
Ada yang lucu juga pada waktu mendaftar sekolah. Tangan kanan kakek harus diangkat ke atas kepala dan harus dapat menyentuh telinga kiri, kalau tidak sampai pendaftaran ditolak, karena belum cukup umur, katanya. Ada juga syarat lain, yang boleh masuk HIS adalah keturunan Belanda atau keturunan Ningrat yang bertitel Raden, atau yang orang tuanya memperoleh gaji minimal 100 gulden sebulan. Kalau tidak memenuhi syarat itu hanya boleh masuk SD (Sekolah Desa) 3 tahun.

Ceritanya kakek masuk HIS dan teman-teman sekolah ada yang pribumi, yang keturunan China dan orang Belanda atau keturunannya. Keturunan Belanda itu misalnya hanya ayah atau ibunya Belanda sedangkan ibu atau ayahnya Pribumi. Keturunan campuran itu disebutnya Indo dan biasanya lebih ganteng atau lebih cantik dari orang Belanda asli.

Yang diajarkan pertama adalah sapaan sopan bahasa Belanda, misalnya kepada guru laki-laki menyebut Meneer (baca meniir), kepada guru wanita yang sudah menikah Mevrouw (baca mevrouw) kalau kepada yang belum menikah sebutannya Juffrouw (baca yufrouw). Selain itu harus hafal juga : Selamat pagi diucapkan Goedemorgen (baca huyemorkhen), Selamat siang
Goedemiddag (baca: huyemidakh); Selamat Sore Goedenavond (baca: huyenavond) dan Selamat malam Goedenacht (baca: huyenaht).


3. KAKEK DUHUKUM DI SEKOLAH.

Hukuman di sekolah disebutnya distrap, yaitu harus berdiri didepan kelas, di samping papan tulis. Suatu pagi sebelum masuk kelas, kakek berpapasan dengan guru kakek. Kakek serentak bersikap sopan dan menyapa bu guru : Goedemorgen Mevrouw Aminah. Tetapi bu guru tidak menjawab dan malahan kelihatan ketus. Saat bel sekolah berbunyi, murid-murid semua masuk kelas dan duduk rapi.

Ketika guru kami masuk kelas, semua murid berdiri dan menyapa : "Goedemorgen Juffrouw Aminah." Bu guru membalas dan kemudian memenggil kakek kedepan kelas dan menerangkan bahwa kakek tadi tidak sopan menyapa dengan Mevrouw kepadanya. Baru kemudian kakek tahu bahwa Bu Aminah itu belum menikah meskipun usianya sudah lanjut.

Kakek distrap selama satu pelajaran, berdiri disamping papan tulis. Karena pegal, saat bu guru tidak melihat kakek menggeliat-geliat dan teman-teman banyak yang menahan tertawanya. Kakek agak terhibur, maka geliatanya makin menjadi-jadi, tentunya kalau bu guru tidak melihat. Rupanya ada satu teman kakek, anak indo namanya si Ivonne, tidak dapat menahan tertawanya, meledak terbahak-bahak. Tentulah bu guru marah dan menghukum si Ivonne berdiri di samping kakek. Kakek agak senang juga di dampingi si Ivone yang cantik juga.

Maafkan Juffrouw Aminah dan juga Juffrouw Ivonne, mudah-mudahan ada cucunya yang menbaca tulisan ini.


4. BEKAL SEKOLAH KAKEK HANYA 5 SEN.

Setiap pergi sekolah, kakek hanya dibekali uang paling banyak 5 sen atau 2 benggol, jadi 1 rupiah itu cukup untuk 20 hari. Kalau seribu rupiah, ya cukup untuk 20.000 hari. Soalnya saat itu mata uangnya disebut gulden (baca: hulden) dan diterjemahkan rupiah, bahkan karena 1 gulden itu mata uangnya terbuat dari perak, maka sering juga disebut 1 perak.

1 gulden = 4 talen = 10 ketip = 20 kelip = 40 benggol atau gobang = 100 sen = 200 peser.

Jadi bekal 5 sen sehari itu cukup banyak, karena nasi-soto hanya 3 peser, kerupuk gede hanya sepeser, kacang arab hanya 1 sen dsb. Malahan sepedah pertama kakek harganya hanya 3 rupiah, padahal sepedah import dari Negeri Belanda.


5.HADIAH DARI MENEER VAN DER HIJDE.
Ayah dari kakek, bekerja di perusahaan Belanda, pemiliknya bernama Tuan Van Der Hijde. Kalau kebetulan libur sekolah, kakek suka ikut ayah kakek ketempat kerjanya sehingga kakek berkenalan dengan pemilik perusahaan yaitu Tuan Van Der Hijde.
Rupanya Tuan Van Der Hijde menyayangi kakek, sering mengajak ngobrol, mengajak bermain dan suka memberikan hadiah-hadiah berupa mainan atau alat-alat tulis untuk kakek di sekolah. Saat resepsi kakek disunat, beliau juga hadir dan selain menghadiahkan uang 1 gulden (terbuat dari perak murni), juga menghadiahkan tempat tidur besi yang sampai sekarang juga masih ada dan kadang-kadang masih dipakai dipakai juga. Hadiah lainnya adalah gramofoon sering juga disebut mesin bicara. Pada jaman itu belum ada televisi, radiopun masih jarang. Kakek masih ingat kalau malam minggu para tetangga berdatangan untuk mendengarkan siaran wayang golek dari radio lokal, Radio Nirom namanya. Setiap datang mereka membawa makanan camilan dan tentu saja kakek mendapat prioritas untuk memilih makanan yang kakek suka, kemudian tidur lelap tak pernah ikut mendengarkan wayang golek dari radio itu. Yang namanya cassette, Compact Disk maupun DVD pada zaman itu belum ada, yang ada baru Mesin Bicara atau gramofoon, yang bentuknya persis Grammy Award, tapi lebih bersar. Gramofoon itu mesin tanpa listrik atau baterai, murni mekanik. Untuk mengeluarkan suara rekaman adalah dari membran yang digetarkan jarum yang bergetar melalui alur piringan hitam yang berputar. Perputaran piringan hitam dilakukan oleh pegas yang sebelumnya diputar dahulu dengan tangan. Agar suara dapat didengar, getaran itu dikeluarkan lewat corong yang besar, seperti terompet yang sangat besar. Kakekpun mendapat hadiah dari Tuan Van Der Hijde, sebuah gramofoon tersebut. Selain suka mendengarkan lagu-lagu atau cerita dari gramofoon tersebut corongnya suka kakek copot dan dipakai memanggil teman-teman main kakek. Mereka akan segera berdatangan kalau kakek memanggil dengan corong besar gramofoon itu. Sayang sekali gramofoon itu hilang entah kemana saat ditinggalkan mengungsi pada perang kedatangan penjajah Jepang.





Komentar Anda :